Tulungagung, Suaraharapan.online
Dalam menjalankan peran RSUD DR Iskak Tulungagung selain memberikan pelayanan kesehatan juga melakukan program Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) Goes to Campus.
Maraknya fenomena kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi ini melatarbelakangi Dewan Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung bekerja sama dengan RSUD DR Iskak menggelar seminar kesehatan mental berjudul ‘Dari Trauma ke Pemulihan:
Menguak depresi akibat kekerasan seksual di dunia perguruan tinggi’. Jum’at, 20/6
Kekerasan seksual telah menjadi ancaman di semua tempat, tak terkecuali lingkungan kampus. Perempuan dituntut mampu menjaga diri dengan baik, termasuk memperkuat kemampuan fisik dan mental agar tidak menjadi korban.
Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan sekaligus alumni FTIK UIN SATU, Dr. sutopo, M.Pd. mengatakan masalah kekerasan dan pelecehan seksual sudah ada sejak dahulu.
“Perempuan sering menjadi korban dari kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Maka dari itu, perempuan harus mempunyai benteng atau pertahanan.
Harapannya, apabila perempuan menjaga diri dengan baik (perspektif gender) diharapkan perempuan harus kuat secara fisik. Apabila perempuan kuat maka orang lain akan takut untuk mengganggu,” terangnya,
Seminar yang diikuti 200 peserta ini menghadirkan tiga pemateri, baik dari internal UIN SATU dan dari RSUD dr. Iskak. Mereka adalah Dosen UIN SATU, Evi Tunjung F,S.KEP.,NERS.,M.KEP.,SP.KEP.J., Dokter spesialis kedokteran jiwa RSUD dr. Iskak Tulungagung, dr. Predito Prihantoro, Sp.KJ, serta dokter spesialis andrologi RSUD dr. Iskak Tulungagung, dr. Cinta Ayu Abutari, Sp.And.
Evi Tunjung mengatakan, kekerasan seksual terdiri dari tiga jenis yakni pelecehan verbal (komentar tidak pantas), pelecehan fisik (sentuhan tanpa izin), dan pemerkosaan (hubungan seksial tanpa persetujuan). “Peran kampus dalam mengatasi stigma kekerasan seksual ini beragam, seperti memberikan edukasi ke mahasiswa, dukungan psikologi yang memadai dan kebijakan yang tegas dan jelas serta lingkungan aman,” terangnya.
Ia juga menegaskan bahwa kekerasan seksual merupakan hal yang tidak bisa ditoleransi. Sehingga korban kekerasan merupakan tanggung jawab kita semua.
Sementara dr. Predito Prihantoro, Sp.KJ menyampaikan beberapa faktor pendukung dalam proses pemulihan korban kekerasan seksual, yakni:
- Dukungan sosial reponsif
- Akses layanan kesehatan mental yang kompeten
- Rasa aman dan kontrol atas lingkungan
- Validasi pengalaman dan pemulihan naratif
- Dukungan akademik dan kebijakan kampus
- Dalam masa rekonstruksi dan pemulihan, korban harus membangun kembali identitas dan harga diri, juga kembali menjalin hubungan sosial dan kepercayaan dan harus fokus pada masa depan.
Sementara dr. Cinta Ayu Abutari, Sp. And menyampaikan peran teman terhadap korban kekerasan seksual. “Sebagai teman kepada korban, yang bisa kita lakukan dengan memberi empati, support sosial dan memberikan lingkungan yang ramah untuk ramah,” jelasnya.
Dokter Cinta juga berpesan harus lebih waspada dimanapun berada serta harus menjadi individu yang berani bersikap dan berani melapor. (Atok)